Wednesday, April 11, 2007

PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DAN PABRIK CPO: SALAH SATU BISNIS BERBASIS AGRO YANG PALING MENGUNTUNGKAN SAAT INI

Dari data Direktorat Jenderal Perkebunan RI, pada tahun 1995 ada sekitar 76 perusahaan (BUMN/PTPN, swasta asing dan nasional) yang bergerak di pengolahan Crude Palm Oil (CPO), dengan total sekitar 179 unit Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Total kapasitas produksi mereka adalah 6.596 Ton Tanda Buah Segar (TBS) per Jam atau sebesar 39.576.000 Ton TBS per tahun. Yang menghasilkan sekitar 7.915.200 Ton CPO per tahun. Jumlah produksi tersebut, PKS telah mendapat suplei TBS dari sekitar 1.798.909 ha perkebunan sawit.

Untuk tahun 2005 yang lalu, belum ada data yang akurat tentang berapa jumlah unit PKS yang sudah dibangun dan sudah beroperasi, namun diperkirakan ada sekitar 370 unit (@30 Ton TBS per jam) dengan total kapasitas produksi 66.600.000 ton TBS per tahun. Dengan menggunakan standar produksi yang ada maka diperkirakan telah diproduksi 13.320.000 CPO yang didukung oleh sekitar 3.027.272,7 ha areal perkebunan sawit.

Yang jadi persoalan adalah bahwa menurut data dari dari Oil World Annual 1996, rata-rata pertumbuhan produksi CPO di Indonesia adalah sekitar 11,53% per tahun. Maka diperkirakan produksi CPO di Indonesia tahun 2005 lalu adalah sekitar 17.439.834,66 ton CPO. Jumlah ini bisa diproduksi oleh 484 unit PKS dengan kapasitas produksi per unitnya 30 Ton TBS per jam. Yang harus didukung oleh 3.963.598,79 ha areal perkebunan.

Berarti di tahun 2005 saja masih ada kekurangan sekitar 114 unit PKS dengan kapasitas produksi per unitnya 30 Ton TBS per jam, dan kekurangan areal lahan sawit sekitar 936.326 ha. Kalau menurut proyeksi Dirjen perkebunan, diperkirakan ada kekurangan lahan sawit seluas 1.648.635,3 ha.

Berdasarkan analisa di atas, maka pengembangan perkebunan kelapa sawit dan pembangunan Pabrik Kelapa Sawit masih terbuka lebar dan masih sangat menguntungkan untuk dilakukan. Demand terhadap produk CPO dan olahannya akan terus meningkat dengan signifikan kalau kita mampu meningkatkan kualitas produksi, kemampuan marketing, dan Public Relation untuk mengurangi hambatan-hambatan dalam pemakaian produk CPO dan olahannya. Seperti black campaign dari penghasil minyak nabati non sawit yang selalu mengatakan bahwa minyak sawit berbahaya bagi kesehatan, sehingga banyak negara-negara maju yang masih takut mengkonsumsi minyak sawit.

Dan tentu saja, juga untuk mengurangi keraguan para importir untuk membeli CPO original Indonesia, paling tidak untuk mengimbangi Malaysia yang sebenarnya secara potensi jauh di bawah Indonesia.
More information about Crude Palm Oil Business Proposal please visit:

Sunday, April 8, 2007

MENGGERAKKAN SEKTOR RIIL INDONESIA

Prolog
Beberapa bulan terakhir ini, di berbagai media pemerintah sering mengungkapkan akan menggerakkan sektor riil di Indonesia, agar dapat menciptakan banyak lapangan kerja dan mendongkrak Product Domestic Bruto (PDB) nasional. Melalui Bank Indonesia, bank-bank komersial di dorong untuk lebih aktif mengucurkan dananya.

Bagi kami, kebijakan di atas cukup mengherankan. Memang kebijakan tersebut adalah benar tapi untuk kondisi saat ini adalah tidak tepat. Tidakkah pemerintah melihat kenyataan dan data statistik yang ada, tentang kondisi sektor riil Indonesia sejak krisis ekonomi yang menghantam sejak Juli 1997 itu? sudah terlalu banyak pelaku-pelaku usaha riil yang bertumbangan, baik skala besar, menengah apalagi yang kecil.

Yang lebih memprihatinkan, berdasarkan pengalaman kami, yang memiliki bisnis berbasis engineering/industri, banyak bisnis-bisnis kecil atau pun gagasan-gagasan bisnis yang sedang dalam uji coba atau riset yang dilakukan sampai Juli 1997, yang memiliki potensi besar untuk menjadi cikal bakal bisnis besar di periode berikutnya, juga ikut bertumbangan dan berhenti di tengah jalan. Dan tidak banyak pelaku bisnis yang mampu meneruskannya sehingga mampu bertahan dalam suasa ekonomi yang sangat sulit ini.

Jadi, sektor riil yang sekarang ada, sebenarnya hanya didukung oleh sisa-sisa sektor riil yang mampu bertahan saja. Kalaupun pemerintah yakin bahwa jumlah sektor riil sekarang ini masih memadai, sebaiknya pemerintah mengecheck kembali definisinya akan sektor riil. Dan kenyataan di lapangan menunjukkan, sektor riil yang kini kembali marak dan menyerab dana perbankan adalah sektor properti dan perbelanjaan/restauran, sektor yang menurut kami adalah bukan sektor riil dalam pengertian yang sebenarnya.

Kalau memang banyak dana perbankan yang liquid, mestinya banyak industri-industri yang tumbuh bukan mall-mall atau rumah-rumah makan/warung. Inilah yang menurut kami karena memang tidak banyak sektor riil yang sekarang bertahan. Embrio-embrio sudah mati duluan, kalau pun masih ada tidak cukup memadai.

Fenomena tumbuhnya mall-mall atau tempat makan tidak hanya melanda Jakarta - Bogor - Tangerang - Depok - Bekasi saja yang berdiri Mall-Mall, Ruko-Ruko, Toko-Toko kecil dan Perumahan. Hampir di semua daerah melakukan hal yang sama.

Kenapa hal ini bisa terjadi? karena memang pelaku bisnis yang sekarang ada, bisanya ya hanya itu, membangun properti atau menjual makanan. Dan ini memang pilihan yang paling mudah dan realistis saat ini. Dan tentu saja pilihan yang paling aman juga bagi perbankan untuk mengucurkan dananya.

Pemerintah harus mewaspada hal ini. Kalau tidak, maka kita kembali melakukan kesalahan yang sama kenapa krisis 1997 yang lalu menghantam banyak negara Asia. Properti telah membuat ekonomi menjadi Buble. Sepertinya ada pertumbuhan, tapi kenyataan sebenarnya tidak ada. Dana terserap, jadi banyak bangunan atau mall-mall, dan tidak laku dijual. Kalaupun akhirnya pusat-pusat perbelanjaan menjadi ramai, sebenarnya hanya memindahkan konsumen dari satu tempat ke tempat lainnya. Bagaimana mungkin penjualan meningkat kalau sebenarnya daya beli masyarakat secara makro terus menurun dan jumlah yang miskin juga semakin banyak.


Apa yang harus dilakukan Pemerintah

Pertama, pemerintah harus berani mendorong terkucurnya pendanaan untuk bisnis-bisnis, apapun sekalanya, yang memiliki concern untuk mengelola kekayaan alam yang berlimpah dengan memanfaatkan teknologi, manajemen bisnis modern, dan pemasaran yang agresif, baik untuk pasar lokal maupun eksport.

Kedua, mendorong kembali munculnya pusat-pusat inkubasi bisnis yang berorientasi pada sektor industri berbasis pertanian, untuk menumbuhkan kembali munculnya perusahaan-perusahaan baru yang tangguh.

Ketiga, pemerintah menodorong perusahaan-perusahaan asing yang masuk Indonesia untuk bekerjasama dengan perusahaan lokal, membangun tempat riset dan industrinya di Indonesia. Sehingga transfer know how benar-benar terjadi di Indonesia.

Keempat, hal-hal yang tidak kondusif untuk mengembangkan sektor riil harus dihapuskan. Seperti pajak yang terlalu tinggi, pungutan-pungutan, prosedur administrasi bisnis yang berbelit-belit, dan semacamnya.

Apa ruginya bagi Bangsa Indonesia jika kita tetap membiarkan hal ini terus menerus terjadi?
  1. Indonesia hanya akan menjadi bancakan perusahaan-perusahaan asing yang lebih siap dalam mengelola kekayaan yang ada
  2. Indonesia juga hanya menjadi bancakan perusahaan-perusahaan lokal yang tidak perduli dengan nasib bangsanya
  3. Indonesia hanya akan menjadi pasar besar yang potensial, karena bisanya hanya membeli dan tidak membuat serta memasarkan sendiri.